BERJABAT TANGAN DENGAN MALAIKAT DAN SETAN

Hidup bisa di-setting. Ingin gembira, ikhlas dan seriuslah dalam menjalankan sebuah peran, baik peran baik maupun jahat.
Manager, Coordinator, Engineer, Leader, Installer, TLH, Driver, Admin, Kasir, GA, Sekuriti hanyalah susunan huruf yang sangat mudah dihapus.

Saturday 29 March 2014

Mencintai Laut, Tentu Harus Mencintai Kapalnya

Tepat 9 tahun mata ini memandangi lautan, menyibak ombak, menuntun kapal sesuai arahan mercusuar. Waktu yg sangat tidak singkat. Sangat lama, selama wajib belajar di republik ini. Tak hanya layar yg telah kami tarik, tak hanya buritan yg kami tambal, demi laju aman kapal ini. Sudah semua detil kegagahan dan kebodohan pernah terlahir di kapal ini dari tangan-tangan kami.





Birunya langit, teriknya siang, dan santunnya rembulan, pernah menemani kami membelah sejengkal demi sejengkal samudera ini. Bahkan, kini kami tengah menantang ganasnya gelombang. Beberapa saat sebelum kapal ini memasuki kelam. di radar sebenarnya telah terlihat jelas pola-pola badai yg ganas. Koordinasi dg syahbandar pun telah jelas menekankan adanya gangguan gelombang. Namun, jika kami kembali akan membuat sayur mayur yg kami bawa busuk. So, 1 kata, terjang pantang pulang ke belakang.

Puluhan ribu ton berat kapal kami membuat kami yakin bisa melalui badai ini dg aman. Namun tak disangka tatkala badan bongsor kapal ini tengah masuk ke teras Sang Badai, geladak langsung dihajar air. Ombak sekitar 10 meter mengangkat buritan lantas menghentakkan keras kembali ke titik minus air. Semua kalut, semua terperanjat, semua memikirkan cara selamat. Saat pikiran dan tangan mengusahakan pertahanan nyawa, haluan kembali dihajar 10 meter ombak monster. Tak ada mulut yg diam, semua berkomat-kamit, memanjatkan sesembahan kata yang mungkin bisa menenangkan hati, meski sedikit.






Si Ujang, kelasi 1 yg disegani, berlari mencari pelampung, lompat menceburkan diri ke laut sambil berteriak, "Tinggalkan kapal, tenggelam bersama kapal akan menipiskan peluang selamat". Rekan-rekannya sesama kelasi berhamburan, masing-masing sibuk mencari pelampung oranye dan merah yg memang tersebar banyak di sudut-sudut kapal ini. Sekejab saja, room kelasi sepi. Benar-benar sepi. Sebuah ketidakpedulian.

Tinggal-lah Sang Kapten berdiri tegap, menatap jauh ke depan, mencoba membelah rapatnya gelombang menggunakan tatapannya. Juru Kemudi, Juru Navigasi, Juru Telekomunikasi, dan Juru Catat pun sama. Setia bersama Sang Kapten mempertahankan mati-matian laju kapal yg besar namun kecil di tengah ganasnya samudera. "Kita insan lautan, rizki berbentuk apapun kita keruk dari sini. Maka, karam di lautan adalah sebuah kehormatan", gumam lirih Sang Kapten namun masih sanggup didengar kru yg lain, membakar semangat dalam kepasrahan hidup.

No comments:

Post a Comment